Kalangan Neo-Marxis berasal dari kalanagan cendekiawan yang berasal dari Kalangan “Bor juis”. SepErti cendekiawan lainnya mereka enggan bergabung deNgan partai politik atau organisasi. Para Neo-Marxis ini, disatu sisi menolak komunisme dari uni-soviet, di pihat lain tidak setuju dengan kapitalisme.
Dalam rangka holistic, mereka berpendapat bahwa keseluruhan gejala social merupakan gejala kesatuan yang tidak boleh dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tersendiri.Hal yang menjadi fokus utama adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam negara. Menurut kalangan Neo-Marxis konflik antarkelas adalah proses yang sangat penting guna mendorong sebuah perubahaan dalam masyarakat.
Teori Marxisme pertama kali dikemukakan oleh Karl Marx pada sekitar
abad ke 19. Dalam analisis teori Marxisme, pembagian kelas menjadi tolak ukur
yang utama. Karl Marx mencetuskan teori ini disebabkan adanya pembagian kelas
antara kaum borjuis atau para kapitalis dan kaum proletar atau para pekerja
yang kemudian akan terjadi konflik diantaranya (Hobden & Jones, 2001). Kaum
Marxis menuntut adanya persamaan status atau derajat antar individu atau antar
negara dalam berbagai bidang. Mereka percaya bahwa kesetaraan antara kaum
borjuis dan kaum proletar akan terwujud jika kaum proletar melakukan perlawanan
terhadap kaum borjuis dan dapat ‘menang’ melawan kaum borjuis atau kaum
kapitalis.
Teori Marxisme
adalah campuran asumsi dari berbagai perspektif utama dalam ilmu Hubungan
Internasional seperti realisme dan liberalisme namun cukup berbeda dalam
beberapa sisi dan bahkan mungkin bertolak belakang. Sebagai contoh, menurut
penganut paham liberalisme ekonomi, mereka memandang perekonomian sebagai positive sum game atau keuntungan bagi semua. Namun
menurut penganut paham Marxisme, perekonomian sebagai zero sum adalah tempat eksploitasi manusia
dan perbedaan kelas dimana para kapitalis ‘memanfaatkan’ para pekerja demi
meraih keuntungan maksimal bagi kaum mereka sendiri (Jackson & Sørensen, 1999). Begitu halnya dengan kaum
merkantilis yang menganggap ekonomi sebagai alat politik, kaum Marxisme
menempatkan ekonomi yang pertama dan politik yang kedua. Meskipun Karl Marx dan
penganut Marxisme memandang perekonomian kapitalis yang dikuasai oleh kaum
borjuis yang mengeksploitasi kaum proletar adalah sesuatu hal yang harus
ditentang, namun Marx memandang pertumbuhan kapitalisme sebagai sebuah kemajuan
(Jackson & SOrensen, 1999). Kemajuan ini menurut Marx, yang kemudian disebut
sebagai pandangan materialisme, dalam artian:
1) kapitalisme menghancurkan sistem produksi
sebelumnya, seperti feodalisme, yang bahkan lebih eksploitatif daripada
kapitalisme dalam hubungannya antara kaum borjuis dan proletar
2) kapitalisme
membuka jalan bagi proses revolusi sosial yang akan menguntungkan kaum proletar
(Jackson & Sorensen, 1999).
Ada
empat pemikiran Marxisme kontemporer yang telah memberikan kontribusi yang
cukup besar bagi pemikiran politik dunia saat ini yaitu teori sistem
internasional, Gramscianisme, teori kritis, dan neo-Marxisme atau Marxisme
baru. Para penganut teori sistem internasional diantaranya Hobson, Lexemburg,
dan Hilferding berusaha mengaplikasikan paham Marxisme dalam studi Hubungan
Internasional dan merupakan kritik atas imperialisme (Hobden & Jones,
2001). Pemikir teori sistem internasional lain seperti Lenin dan Wallerstein
membagi negara di dunia menjadi tiga bagian: 1) Core
adalah negara-negara dunia pertama atau negara maju yang telah berdiri sebelum
Perang Dunia I terjadi. Negara tersebut adalah negara yang memiliki sistem
ekonomi kapitalisme, pemerintahan yang demokratis, upah pekerja yang tinggi,
mampu mengimpor bahan mentah dan mengeskpor barang hasil industri, investasi
yang tinggi dan jaminan kesejahteraan bagi rakyat; 2) Semi Periphery adalah negara-negara dunia kedua yang
berdiri setelah Perang Dunia I. Negara tersebut adalah negara dengan sistem
pemerintahan yang teradang otoriter meskipun tida semua, mengekspor barang jadi
dan bahan mentah serta mengimpor barang industri dan bahan mentah, upah pekerja
yang rendah, dan jaminan kesejahteraan yang rendah; 3) Periphery adalah negara-negara dunia ketiga yang
berdiri setelah Perang Dunia II. Negara tersebut kebanyakan memiliki
pemerintahan yang tida demokratis, mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang
hasil industri, upah pekerja dibawah etentuan upah minimum regional, dan tidak
ada layanan kesehatan ataupun jaminan kesejahteraan bagi rakyat (Hobden &
Jones, 2001).
Negara semi periphery memegang peranan penting dalam sistem
ekonomi dan politik internasional. Negara-negara tersebut juga memegang peran
penting dalam menjaga stabilitas struktur politik dalam sistem internasional.
Seperti halnya pada masa kolonialisme dan imperialisme yang menerapkan sistem
kapitalisme dan perdagangan bebas sehingga menguntungkan negara penjajah,
sistem kapitalisme ini juga menguntungkan negara maju pada sistem ekonomi
internasional antara negara core, semi periphery dan periphery.
Sehingga negara kaya menjadi semakin kaya dan negara miskin menjadi semakin
miskin. Pemikiran teori sistem internasional ini kemudian berkembang dan
munculah teori Gramscianisme.
Antonio Gramsci
adalah anggota partai komunis Italia yang kemudian dipenjarakan oleh Mussolini
dan kemudian mengembangkan pemikirannya selama masa penahanan. Penganut teori
Gramscianisme percaya bahwa dalam sistem politik internasional terdapat sebuah
hegemoni yaitu negara yang paling berkuasa dalam sistem internasional atau
negara paling dominan dalam suatu wilayah. Gramsci percaya bahwa suatu
kesetaraan antar komunitas negara hanya dapat terwujud jika posisi hegemoni
dapat dihapuskan. Berbeda dengan penganut realisme yang nyatanya berusaha
mewujudkan hegemoni dalam tatanan dunia.
Paham Marxisme
terus berkembang hingga akhirnya muncul teori kritis. Teori ini berakar dari
Eropa Barat pada sekitar tahun 1920 dan 1930an. Berbeda dengan teori Gramsci
yang lebih menekankan pada bidang ekonomi dan politik internasional, teori
kritis lebih menekankan pada kelompok atau komunitas dan keamanan
internasional. Para penganut teori kritis memberikan kontribusi yang cukup
besar melalui pemikiran mereka mengenai arti dari ‘pembebasan’ yang merupakan
kunci utama bagi penganut Marxisme namun terkadang tidak diartikan secara jelas
dan terkesan ambigu. Andre Linklater berpendapat bahwa dalam penerapan studi
hubungan internasional, pembebasan disini harus dapat dipahami dalam artian
perluasan batas ‘moral’ dalam komunitas politik (Hobden & Jones, 2001).
Perlahan,
perkembangan paham Marxisme semakin berkembang dan pada akhirnya teori
Neo-Marxisme muncul sebagai akibat banyaknya pemikiran Marxisme yang terkadang
dihiraukan atau bahkan disalahartikan oleh sebagian besar generasi penganut
Marxisme. Para pemikir neo-marxisme berusaha memperbaiki teori-teori yang
berkembang dalam paham Marxisme dan menyusun teori mereka sendiri berdasarkan
pemikiran Karl Marx (Hobden & Jones, 2001). Sebagian penganut teori ini
tidak setuju dengan pendekatan atau teori sistem imternasional dan paham
realisme dalam memahami studi Hubungan Internasional.
Sama seperti
Marxisme, neo-marxisme percaya bahwa kapitalisme yang dilakukan oleh negara
penjajah ke negara jajahan dipandang sebagai suatu kemajuan. Namun pandangan
Marxisme yang melihat imperialisme sebagai titik tertinggi atau tahap akhir
kapitalisme, berbeda dengan neo-marxisme yang menganggap bahwa imperialisme
adalah awal dari kapitalisme. Neo-Marxisme percaya bahwa kolonialisme membawa
kemajuan dalam bidang layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih
baik, dan akses yang lebih besar untuk mendapatkan barang. Salah satu pemikir
Neo-Marxisme, Justin Rosenberg, menggunakan ide Marx untuk mengkritisi teori hubungan internasional
dari sudut pandang realis dan mengembangkan pendekatan atau pemikiran
alternatif untuk memahami perubahan dalam sejarah politik dunia.
Pendekatan neo-marxis dalam ekononomi politik, menekankan pada sifat
holistik yakni analisis secara menyeluruh, mengenai pentingnya aspek-aspek
ekonomi makro dari sistem ekonomi dan sistem politik. Selain itu, pendekatan
ini memiliki model yang memiliki aspek komparatif, yakni berusaha membandingkan
secara eksplisit.
Pendekatan ini juga menyoroti dan memodelkan berbagai perbedaan antar-negara
di bidang kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi dan ketergantungan kelas sosial di
masyarakat.
·
Kritik Terhadap
Pendekatan Neo-Marxis
1. Banyak golongan Neo-Marxis adalah yang mempelajari Marx dimana keadaan
dunia telah berubah. Sehingga banyak
masalah yang dianggap masalah pokok, hanya disinggung sepintas dan selebihnya
tidak diperhatikan sama sekali.
2. Para Neo-Marxis cenderung mengecam pemikiran para sarjana “borjuis”
dibandingkan dengan membangun teori baru yang lebih mantap.
Salah satu kelemahan pada golongan ini adalah bahwa mereka
mempelajari Marx dalam keadaan unia yang banyak berubah. Marx meninggal pada
tahun 1883.pemikirannyalah yang yang ditafsirkan menjadi Marxisme.
Apakah ini materi dari buku miriam budiardjo
BalasHapusTitanium Dentistry in Surgery | TITNBIH
BalasHapusThis TITNBIH titanium daith jewelry is a price of titanium specialty titanium easy flux 125 amp welder for both traditional and cosmetic, and the result is titanium exhaust tips bone marrow 바카라 사이트 transplants, skin transplants, and transplant